Monday, August 08, 2005

Tayangan Kekerasan di Televisi

Televisi merupakan sarana komunikasi utama di sebagian besar masyarakat kita, tidak terkecuali di masyarakat barat. Tidak ada media lain yang dapat menandingin televisi dalam hal volume teks budaya pop yang diproduksinya dan banyaknya penonton.

Tayangan Televisi harus di atur karena mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak khususnya bagi yang belum memiliki referensi yang kuat (anak-anak & remaja). Terlebih karena televisi bersifat audio visual sinematografis yang memiliki dampak besar terhadap perilaku khalayaknya seperti pengaruh jarum suntik terhadap manusia.

Tayagan-tayangan di televisi saat ini mempunyai kecendrungan mengabaikan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan. Hal ini terlihat dari ditonjolkannya eksploitasi sex, kekerasan, budaya konsumerisme dan hedonisme. Bahkan pada masa remaja normal, semakin banyak kekerasan yang mereka lihat, semakin berkurang aktifitas berfikir, belajar, melakukan pertimbangan, dan kontrol emosi pada otak. Pada sisi lain, berbagai bentuk tayangan yang memuat adegan kekerasan seks dan tema dewasa lainnya akan terus bertambah intensitasnya.

Melihat fenomena tersebut diatas perlu dilakukan beberapa hal untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang lebih buruk yang diakibatkan oleh tayangan-tayangan kekerasan televisi tersebut. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk meminimalkan dampak negatif tayangan televisi pada anak, antara lain :
    1. Melakukan pendampingan saat anak menonton tayangan televisi, dengan menjelaskan berbagai dampak negatifnya.
    2. Membuat aturan yang disepakati bersama dalam menonton televisi, menyangkut pembatasan jam tontonan dan jenis tayangan yang boleh dan yang tidak.
    3. Stasiun TV diwajibkan membuat program acara untuk anak yang kids friendly, mendidik sekaligus menghibur, bukan sebaliknya program anak tetapi malah menjerumuskan anak dan tidak layak ditonton oleh anak.
    4. Stasiun TV memberikan panduan, berupa informasi, misalnya dalam running text atau pengkodean yang jelas, yang bisa membedakan tayangan untuk anak dan dewasa.
    5. KPI perlu proaktif, memberikan advokasi kepada stasiun TV maupun masyarakat, agar masyarakat menjadi kritis atau melek media (media literasi)
    6. Ada aturan yang jelas slot iklan pada program anak. Tayangan iklan yang tiba-tiba muncul pada program acara anak harus sesuai dengan peruntukan anak. Banyak terjadi iklan promo telenovela, mistik, atau klip lagu yang tidak sesuai dengan tingkat kognisi anak. Juga iklan obat ketiak, kopi, atau rokok, mestinya tidak ditayangkan saat program acara anak.
    7. Pemerintah mengeluarkan buku pedoman menonton televisi yang disebarluaskan untuk masyarakat.

2 comments:

Mala FDM said...

Enggak mas, saya jarang sekali nonton, kebanyakan saya mendengarkan radio, main komputer. Asal tahu aja dua minggu kemaren saya tidak sama sekali melihat tv, bahan informasinya koran, radio dan internet aja...Males sekali lihat tv yang isinya enggak mut banget!!

Mala FDM said...

Nilondo : Akan tetapi orang2 di Jerman itu patuh peraturan dan sangat disiplin, Jadi mereka lebih memperhatikan tayangan buat anak-anaknya juga khan...Sedangkan di Indonesia tidak begitu..